Marion : Pemusik Dayak dan Kritik Sosial ala Iwan Fals
Marion (kanan, baju merah) dan penulis. Dokpri. |
Marion, seorang seniman berbadan tambun, adalah simbol hidup bagi musik Dayak yang menyuarakan aspirasi masyarakat Kalimantan.
Dalam blantika musik yang kerap sulit dijadikan sandaran hidup, ia berdiri sebagai teladan keberhasilan dan sumber inspirasi bagi generasi muda Dayak yang ingin berkarya di ranah musik etnik.
Berasal dari Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Marion dikenal sebagai pemetik sape yang piawai dan musisi berbakat.
Baca Literasi Dayak : Dayak Menulis dari Dalam
Sejak memulai kariernya pada tahun 1996, ia telah menghasilkan 24 album rekaman yang membuktikan dedikasi dan konsistensinya. Awal kariernya dimulai dengan sederhana—mengisi acara di RRI Palangkaraya dengan bayaran Rp4.000 per jam. Namun, bagi Marion, yang terpenting bukanlah uang, melainkan kesempatan untuk dikenal dan dihargai sebagai seniman. Ia juga aktif tampil bersama Sanggar Seni Dusbamalatama, memetik gitar dengan irama karungut khasnya yang memikat.
Karyanya tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga kritik sosial yang halus namun tajam. Salah satu lagu terkenalnya, "Lagu Konektivitas Kalimantan," menggambarkan ironi eksploitasi sumber daya alam Kalimantan yang hasilnya lebih banyak dinikmati pihak luar. Lagu ini juga menyoroti infrastruktur transportasi yang memaksa perjalanan antar-Kalimantan harus melewati Jakarta terlebih dahulu.
Kritik Marion disampaikan dengan santun, tanpa kehilangan substansi, menjadikannya seorang seniman yang dihormati sekaligus "wakil rakyat dari Gunung Mas" dalam menyuarakan aspirasi.
Seni Kritik yang Penuh Pesona
Marion adalah bukti bahwa kritik tidak harus kasar. Dengan lirik yang indah dan melodi yang menyentuh, ia merangkai pesan-pesan mendalam yang mengajak pendengar merenung tanpa merasa diserang. Seni kritiknya mengajarkan bahwa pesan yang disampaikan dengan estetika mampu menciptakan dampak lebih besar daripada sekadar retorika keras.Setiap nada yang ia petik dari sape-nya membawa cerita; setiap lirik yang ia nyanyikan adalah cerminan isu sosial yang dihadapi masyarakat Dayak. Musik Marion adalah seni sekaligus senjata, menginspirasi dan memotivasi masyarakat untuk berpikir lebih kritis tentang masalah-masalah yang ada.
Mengangkat Musik Etnik Dayak ke Pentas Dunia
Selain menjadi musisi, Marion juga memiliki visi besar untuk musik etnik Dayak. Ia memandang potensi industri kreatif ini sebagai peluang yang belum tergarap maksimal. Marion memulai dari akar—memberikan pendidikan dan pelatihan kepada generasi muda agar mereka memahami dan menguasai alat musik tradisional. Melalui platform digital, konser lokal, hingga kolaborasi lintas budaya, ia berhasil memperluas jangkauan musik Dayak ke khalayak global.baca Adat Orang Dayak: Tidak Boleh Meludah Sembarangan Apalagi di Depan Kerumunan
Musiknya juga berfungsi sebagai alat literasi, dengan lirik-lirik yang mengedukasi dan membangun kesadaran kritis. Ia menyelenggarakan konser amal dan forum diskusi, memadukan seni dengan aksi nyata untuk menciptakan perubahan. Marion percaya bahwa musik adalah medium yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendorong masyarakat untuk memahami isu-isu kompleks dengan cara yang menyenangkan.
Warisan yang Menginspirasi
Marion adalah agen perubahan yang tidak hanya menghidupkan musik tradisional, tetapi juga menyulut pemikiran kritis melalui seni. Ia membuktikan bahwa musik etnik bukan hanya tentang melestarikan budaya, tetapi juga sarana untuk menyuarakan harapan dan perubahan positif.Lelaki bertubuh tambun ini telah meninggalkan jejak yang mendalam, tidak hanya di panggung musik, tetapi juga di hati masyarakat yang mendengar suaranya.
Karyanya adalah bukti bahwa seni bisa menjadi jalan menuju kemajuan. Melalui setiap nada, Marion menginspirasi, menyuarakan, dan menghidupkan harapan baru bagi masyarakat Dayak.
-- Masri Sareb Putra