Dayak dalam Narasi Penulis dan Antropolog Tempo Dulu
Orang Dayak yang anggun dan tampan sedang bersantai di pelataran rumah panjang, dikelilingi pepohonan hijau, dengan hewan seperti anjing dan babi di sekitar. ILustrasi: AI. |
Manfaat menulis tak terhitung jumlahnya! Dampaknya tidak bisa sekadar diukur dengan nilai materi, karena ukurannya berbeda.
Baca Literasi Dayak : Dayak Menulis dari Dalam
Menulis memberikan kita kuasa untuk membingkai, membangun, dan menciptakan citra yang sesuai dengan niat kita. Ketika gagasan dituangkan ke dalam tulisan, dipublikasikan, dan disebarluaskan, tulisan itu memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik.
Narasi lama meninggalkan dampak yang merugikan, tetapi masyarakat Dayak telah membuktikan kemampuan mereka untuk bangkit, melawan stigma, dan membangun citra baru yang mencerminkan realitas mereka yang lebih adil dan penuh kebanggaan.
Mengapa Menulis Itu Penting?
Hal ini telah menjadi subjek kajian dalam bidang media. Sebagai contoh, buku Media/Impact karya Biagi (2016) membahas bagaimana media memiliki dampak kumulatif, perlahan membentuk opini dan citra publik melalui produksi konten yang konsisten. Studi ini bahkan menjadi mata kuliah khusus di program S-2 Ilmu Komunikasi, jurusan Media Studies.
Namun, bagaimana dengan narasi tentang etnis Dayak selama ini? Selama berabad-abad, orang Dayak dituliskan dan dipotret dari sudut pandang pihak luar yang kerap mencari sisi eksotis untuk dijual. Mereka dilabeli dan dicitrakan tanpa kemampuan untuk membantah atau meluruskan. Baru belakangan muncul upaya untuk mengoreksi narasi ini, salah satunya melalui kritik terhadap karya Dr. Anton Nieuwenhuis yang ditantang oleh Pastor Ding Ngo, seorang Dayak terpelajar.
Inilah dialektika ilmu yang selalu membuka ruang untuk diverifikasi, diuji, dan diperkaya. Lewat proses ini, kita bisa menyatukan berbagai perspektif dan mendekati kebenaran yang lebih menyeluruh.
Penulis di tahun '80-an hingga '90-an menyaksikan bagaimana media internasional sering membingkai Dayak dalam sudut pandang sensasional. Tak jarang, kartu pos yang dijual memperlihatkan orang Dayak dalam aktivitas yang dikemas untuk memenuhi ekspektasi stereotip, seperti menyumpit atau bertelinga panjang. Namun, seiring waktu, narasi ini berubah.
Hari ini, orang Dayak telah melangkah maju. Mereka menjadi pemimpin, akademisi, profesional, dan penggerak di berbagai bidang. Rumah panjang mereka kini telah berubah menjadi rumah yang bersih, tertata apik, ada AC-nya. Ladang Dayak menjadi perkebunan besar. Dan kendaraan mereka bukan lagi sekadar alat transportasi sederhana, tetapi juga simbol kemajuan.
Baca Literasi Dayak: Mengapa Dayak Harus Menulis dari Dalam?
Narasi tentang Dayak telah berkembang, dan sekarang, tugas kita adalah terus menulis. Dengan menulis, kita membuka mata dunia untuk melihat kita dari sudut pandang yang lebih adil dan akurat.
Karena itu, simpanlah dokumentasi masa lalu, seperti kartu pos-kartu pos itu, sebagai pengingat. Dan teruslah menulis, karena dengan menulis, kita membangun narasi baru yang lebih mencerminkan realitas kita.
Sebagai seorang pegiat literasi dan pekerja kata, tugas kita adalah menghidupkan semangat hermeneutika: menggali makna dengan terus berproses, hingga kita menemukan gambaran yang lebih lengkap dan bermakna.
-- Masri Sareb Putra